Sabtu, 03 Mei 2008

Budayaku, Bukan Budaya Kamu


Kebudayaan merupakan hasil kegiatan dan penciptaan bathin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian dan adat istiadat. Setiap daerah, setiap negeri bahkan setiap Negara atau bangsa mempunyai kebudayaan yang berbeda, seperti pepatah Minang, “Lain lubuak lain ikannyo”.

Itu berarti setiap daerah mempunyai kepercayaan, kesenian dan adat-istiadat masing masing yang patut mereka banggakan. Begitu juga kebudayaan Minang, banyak sekali hal yang dapat kita pelajari dari sebuah kepercayaan, kesenian dan adat istiadat Minangkabau yang juga patut kita banggakan.

Sebagai orang Minang kita wajib mengetahui apa saja yang menjadi kepercayaan, kesenian dan adat istiadat daerah kita. Ini juga perlu dilakukan untuk memperkenalkan budaya kita kepada daerah lain, bahkan bangsa asing sekalipun.

Minangkabau memang bukan daerah yang asing lagi. Begitu banyak kebudayaan daerah kita yang terkenal ke daerah lain. Sebut saja Tari Piring, Randai, Tari Lilin dan beberapa kebudayaan lainnya yang menarik minat masyarakat lain dan juga orang asing.

Seiring dengan perkembangan zaman, budaya Minang juga semakin memudar. Kesadaran berbudaya masyarakat juga semakin kurang. Mungkin jika kita tanya terhadap generasi muda atau remaja sekarang ini, tak banyak yang tahu dengan budaya Minang. Lantas, siapakah yang dipermasalahkan atas semua ini? Apakah kita sebagai generasi muda yang tak lagi menghargai hasil ciptaan dan pikiran nenek moyang kita?

Pernah suatu ketika dalam suatu acara yang mengangkat tema tentang pewarisan nilai-nilai budaya Minang kepada generasi muda. Dalam acara yang berbentuk diskusi tersebut dibahas tentang budaya Minang yang semakin memudar. Suatu hal yang saya tangkap pada diskusi tersebut adalah terjadinya tuding-tudingan diantara generasi muda dan para orang tua tentang pewarisan nilai-nilai kebudayaan tersebut.

Di suatu sisi para orang tua meminta generasi muda untuk menerima warisan dari mereka. Tapi, di sisi lain generasi muda juga menuntut orang tua yang kurang mewarisi apa yang seharusnya mereka terima. Akhirnya diskusi yang seharusnya menyelesaikan sebuah masalah tersebut malah menjadi ajang tuding-tudingan. Begitukah seharusnya yang kita lakukan?

Dari permasalahan-permasalahan tersebut berarti ada suatu hal yang patut kita pertanyakan tentang pewarisan budaya Minang kepada generasi muda. Apakah pewarisan budaya yang dikehendaki oleh orang-orang sebelumnya telah tercapai atau belum ataukah memang pewarisan tersebut yang tidak ada. Apakah sebetulnya yang salah. Ini patut kita renungankan bersama-sama.

Belum lagi problema yang terjadi belakangan ini. Adanya kabar tentang hasil kebudayaan Minang yang dirampas oleh Negara lain. Bahkan yang lebih para lagi Negara tersebut sudah mempatenkan budaya kita tersebut menjadi budaya mereka. Tidak hanya satu, tapi beberapa budaya kita yang dicaploknya.

Suatu hal yang menyedihkan memang. Orang Minang yang terdahulu sudah begitu susah payah untuk menghasilkan sebuah karya cipta. Malahan orang asing dengan begitu mudah mengakuinya sebagai budaya mereka. Apakah budaya yang kita ciptakan hanya untuk orang asing. Apakah sebetulnya memang kita yang memiliki, atau….?

Jika kita mengangap bahwa kebudayaan daerah kita sebagai suatu hal yang kuno atau ketinggalan zaman. Namun kenapa bangsa asing masih tertarik untuk mengembangkan kebudayaan kita, bahkan mempatenkan budaya kita. Perkembangan zaman dijadikan alasan untuk tidak melestarikan budaya kita.

Mungkin satu alasan lagi kenapa budaya kita sampai mampir ke negeri tetangga adalah persamaan rumpun kita dengan orang-orang di negeri tetangga. Ada pendapat yang mengatakan bahwa terdapat kesamaan antara orang Minang dan orang di Negara tetangga. Apakah pendapat tersebut memang benar adanya atau hanya semata sebuah alasan.

Ada juga cara lain kenapa kebudayaan kita juga sampai terkenal di negeri tetangga dan dicintai oleh orang asing. Orang Minang dikenal dengan orang yang gemar merantau. Dalam perantauan tersebut, mereka juga masih tetap cinta dengan kebudayaan daerah sendiri, sehingga mereka masih mengembangkan kebuadayaan Minang itu di tempat perantauan tersebut. Alhasil, terkenalah kebudayan kita ke berbagai pelosok daerah, termasuk Negara tetangga tentunya. Bahkan, kebudayaan kita tersebut dikembangan oleh mereka sampai kepada cucu-cucu mereka.

Kesalahan yang kita lakukan adalah tidak mencintai kita dengan sesungguhnya. Kenapa kita sampai kecolongan dengan kasus tersebut. Jika memang kita mencintai kebudayaan kita harusnya dari dulu kita sudah melakukan berbagai upaya untuk melindungi kebudayaan kita. Budaya kita sudah diambil oleh orang asing, baru kita angkat bicara tentang peramapasan yang terjadi.

Kita juga tidak bisa menyalahkan bangsa asing tentang kasus perampasan kebudayaan ini. Bagi mereka kebudayaan merupakan suatu hal yang penting sehingga mereka begitu melestarikan sebuah kebudayaan. Sehingga tak heran juga kalau mereka mempatenkan kebuadayaan yang belum terpatenkan sebelumya sebagai kebudayaan mereka. Satu lagi yang jadi pertanyaan kita adalah jika orang asing saja bisa mempatenkan budaya kita, kenapa kita tidak?


Masa Lalu

Langit tak lagi kelabu
Hari telah berlalu
Tapi aku
Masih saja terpaku
Di antara satu waktu
Masa lalu

Tak ada yang Bisa

Aku ingin bergabung bersama musim
Aku ingintertawa bersama kalian
aku ingin
Bahkan sangat ingin
Tapi baru saja kulangkahkan kaki ini
Batin ini meronta
Bibir ini berkata
Aku tak pantas bersama kalian
Lebih baik kukubur rinduku
Bersama udara pagi ini
Tak ada yang bisa mengobati lukaku

-Padang, 30 April 2008-

Kau Kan Temui

Walaupun tak ada rumah yang kau singgahi
walaupun di sana tak ada orang yang kau temui
tapi aku percaya
Di sini kau kan temui aku
Di sini kau kan temui
Bayanganmu

-padang 29 April 2008-

Dulu

Dulu, pulau ini adalah surga
Tempat bersinggahnya para dewa
Tempat berkumpulnya manusia-manusia
Yang akan menyaksikan keindahan dunia

Dulu, laut ini adalah samudra
Tempat berlayarnya nahkoda-nahkoda
Dan, pantai ini adalah berkah
Penyalur hasil bumi yang melimpah ruah
Demi kemakmuran kita bersama

Sekarang negeri ini adalah neraka
Tempat bersarangnya tikus-tikus tanah
Tempat berkumpulnya mafia-mafia
Yang akan laksanakan kejahatannya

Sekarang, kotaku adalah rimba
Lautku adalah limbah

Mereka dan aku

Disini,
Mereka adalah api
Disini,
Aku adalah mereka

-Kemah Sastra-
4 Agustus 200

Dibalik Wajah Mungil Itu

tubuh mungil itu
haruskah lewati harinya
di tengah bisingnya kota
di bawah teriknya matahari
yang waktu demi waktu
terus mencabik kulit polos itu

tubuh mungil itu
haruskah ulurkan tangannya
untuk bait demi bait
lantunan kalimat-kalimat
yang sebenarnya tak ingin diucapkan

tapi tahukah kita
recehan demi recehan kita
akan bantu lebarkan senyumnya
bangkitkan semangat hidupnya

tapi, siapakah yang perduli
dengan tubuh mungil itu
dan, adakah harapan baginya
tuk rasakan dunianya
kembangkan bakatnya
kejar cita dan impiannya
yang selama ini terpenjara waktu

dan siapakah yang akan tahu
dibalik wajah mungil itu
akan bersinar bintang baru
yang kan hiasi langit yang kelabu

dan biarkan waktu
sedangkan mereka sendiri tak tahu
apakah wajah mungil mereka mampu
tinggalkan kehidupan pahit itu

Detak Yang Terhenti

Kutinggalkan dirimu
Ketika waktu yang terus bergulir
Ketika langit yang mulai mendung
Diselimuti awan yang kelabu
Ditengah petir yang bergemuruh

Kutahu dirimu terbelenggu
Ketika kukembali kepadamu
Membawa kunci belenggunya
Yang kan bebaskanmu

Tapi,……
Kudapati dirimu terbujur kaku
Dengan mata yang setengah sayu
Dan senyum yang baku

Kudekati,….
Perlahan kusentuh
Perlahan kuraba
Sumber kehidupan itu
Dan dengan hati yang pilu
Dengan mata yang berkaca
Kutahu, detak itu mulai terhenti
Detak yang mengakhiri segalanya

Kutaksesalkan detak yang terhenti
Kutak sesalkan kau pergi,…
Tapi, kenapa kau pergi
Tanpa sempat ucapkan selamat tinggal?
Tapi, kenapa kau berlalu
Tanpa pernah ucapkan salam perpisahan?

Seandainya waktu dapat berputar
Kuingin sedetik saja
Melihat senyum di wajah mu
Kuingin detak itu terhenti
Setelah kau ucapkan,”Aku pergi”.

Tragis

Mereka kira
Mereka adalah angin
Tapi, aku adalah
Badai

Mereka bilang
Aku adalah sampah
Tapi, ternyata
Mereka adalah limbah

Lalu…
Mereka ingin siksa aku
Yang terjadi adalah
Aku bunuh mereka

Padang, 7 September 2007

Pisah

Tiada Yang menghendaki pertemuan
Tiada yang menginginkan perpisahan
Tapi,…
Kenapa Rasa itu harus ada

Aku Bimbang

Seandanya bintang
Mampu berdendang
Mungkin resah ini akan hilang
Seperti siang
Yang indah dan terang
Tidak seperti hutan yang gersang
Atau itik yang malang
Yang tak tahu jalan pulang
Dan sekarang
Aku bimbang

Problema

Aku pernah bertanya pada malam
Tapi malam hanya diam
Seakan tak pernah paham
Lalu aku berlari menuju pagi
Tapi, pagi terlalu dini
Untuk ungkapan sedih
Asaku juga sirna
Ketika senja
Meninggalkanku dalam duka
Lalu pada siapa
Sementara Malam, pagi dan senja
Tak mampu tuk jadi teman setia
Mungkinkah Siang yang panas
Membuat masalah ku tuntas

-Padang 1 Mei 2008-